Gagasan “tiga ber-”, diakui Mgr Pain Ratu, lahir dari realita hidup masyarakat yang sedang dan terus terbelenggu oleh persoalan kemiskinan dan dualisme iman.
Dalam refleksi pastoral, ia menyadari, masalah kemiskinan timbul karena sistem feodal dalam masyarakat. Sementara dualisme iman masih kuat mencengkram karena iman kristiani belum berakar kuat. Tak pelak, tak sedikit umat yang masih mempercayai takhayul.
Baca Juga: Sejumlah ASN Lingkup Pemkab Malaka Dimutasi, Berikut Daftar Nama Pejabat
Mgr Antonius Pain Ratu juga selalu menunjukkan keterlibatannya di tengah persoalan kemanusiaan.
Hal ini amat terlihat ketika ia begitu lantang menyuarakan nasib pengungsi Timor-Timur (sekarang, Timor Leste) yang memasuki Timor Barat.
Mgr Pain Ratu menggerakkan umat untuk menghimpun bantuan untuk pengungsi. Sembari ia menuntut tanggung jawab pemerintah atas kehidupan yang layak bagi mereka yang tersingkir dari tanah asalnya.
Baca Juga: Bupati dan Wakil Bupati di NTT Ini Menjadi Sosok Inspirasi Bagi Pasangan Muda
Selain itu, tahun 2006, ia garang menghentikan aksi vandalisme fasilitas umum di Atambua oleh sejumlah oknum. Aksi itu terjadi terkait eksekusi mati bagi Fabianus Tibo dan kawan-kawan.
Perhatian Mgr Pain Ratu terhadap lingkungan hidup pun sangat tinggi. Ia menghimbau kepada umat dan masyarakat untuk terus menanam.
Menurutnya, dengan menanam, lingkungan lestari dan kesejahteraan akan datang. Sebaliknya, jika tak menanam, mustahil bakal terjadi kesejahteraan.