Mgr Ignatius Kardinal Suharyo: Pastor John Prior SVD, Misionaris Militan

5 Juli 2022, 08:58 WIB
Ucapan Duka Yang Mendalam /Pater John Mansfor Prior SVD/

VOX TIMOR - Pater John Mansfor Prior SVD meninggal pada 2 Juli 2022, dalam usia 76 tahun, di Ledalero, Flores, tempat ia mengajar sejak 1987.

Kepergiannya merupakan kerugian yang tidak dapat diperbaiki bagi teologi dan sosiologi di wilayah tersebut.

Namun kontribusinya yang besar sebagai imam misionaris dan cendekiawan brilian meninggalkan warisan emas.

Baca Juga: Ketika Anda Sering Overthinking Dalam Hubungan? Pahami 4 Hal Ini

Kesederhanaan dan rasa dedikasinya menyentuh banyak orang dan mereka akan mengingatnya selamanya.

Kepulangan abadi Pater John Mansfor Prior SVD pada Sabtu, 02 Juli 2022 pagi, cukup mengagetkan dan mendukakan hati semua mereka yang pernah mengenal sosok dan pengabdiannya.

Melansir katolikku.com, Uskup Keuskupan Agung Jakarta (KAJ, Mrg Ignatius Kardinal Suharyo mengetahui kisah yang tak banyak diketahui orang.

Tak diketahui kapan Mgr Ignatius Suharyo mendengar cerita tersebut dari Pater John Prior.

Baca Juga: BMKG Imbau Masyarakat Waspada Banjir Rob

Namun, yang pasti, sebelum diangkat menjadi uskup KAJ, pada tahun 1990, waktu masih sebagai dosen di Sekolah Tinggi Filsafat Kateketik Pradnyawidya, Yogyakarta, Romo Ignatius Surharyo pernah menjadi rekan dosen Pater John Prior SVD di STFK Ledalero, Maumere, memberikan kuliah Eksegese Injil Lukas.

Dari London ke Wolofeo

Mengutip kotbahnya pada Misa Kelompok Paguyuban Lingkaran Sahabat Mgr. Ignatius Suharyo (PalingSah): Peringatan HUT kelahiran ke-5 PalingSah yang berlangsung di rumah keluarga anggota PalingSah Kaduhu di bilangan Bintaro, Tangerang Selatan, pada Sabtu 27 September 2014 lalu, Uskup Ignatius Suharyo membuka ‘kisah lama’ mengenai Pater John.

Bagi Uskup Ignatius Suharyo, Pater John Prior SVD adalah  seorang misionaris sejati karena memiliki semangat ‘martir’.

Pater John Prior SVD, kata Mgr. Ignatius Suharyo, adalah rohaniwan anggota Kongregasi Serikat Sabda Allah (SVD).

Baca Juga: BMKG Imbau Masyarakat Waspada Banjir Rob

Ia lahir, besar di Inggris dan ahli sosilogi serta menulis banyak buku.

Kisah menarik Pater John Prior SVD, cerita Uskup Ignatus  dimulai dari Inggris. Persisnya dari London, pada tahun 1970-an.

Ketika mendapat tugas menjadi misionaris di Indonesia, tepatnya di Flores, Pater John pun terbang ke Indonesia.

Penerbangan marathon pertama ditempuh Pater John Prior langsung dari London, Inggris, menuju Jakarta.

“Pada tahun 1970-an baru ada pesawat Boeing 747 yang bisa membawa ratusan orang penumpang. Pater John mendarat selamat di Jakarta,” tutur Mgr. Suharyo

Karena tujuan terakhirnya adalah Flores di NTT, maka Pater John Prior SVD lalu meneruskan perjalanan terbangnya dengan pesawat lokal Indonesia.

Baca Juga: BMKG Imbau Masyarakat Waspada Banjir Rob

Dari jumbo jet Boeing 747, ia beralih ke pesawat kecil jenis Fokker F-28.

“Waktu itu baru ada F-28,” tutur Mgr Ignatius Suharyo menirukan sharing Pastor John Prior SVD sendiri. ia pun berhasil mendarat mulus di Bandara Ngurah Rai, Denpasar.

Berikutnya adalah terbang dari Bali menuju Maumere, satu-satunya bandara yang telah eksis di NTT pada era 1970-an.

“Pater John lalu terbang menaiki ‘adiknya’ Fokker 28, yakni F-27 dengan baling-baling. Bisa dibayangkan, pada waktu itu kondisi pesawatnya seperti apa,” kata Mgr. Ignatius Suharyo.

Nah, Pater John pun berhasil mendarat mulus di Bandara Maumere.

Perjalanan tidak berhenti di Maumere. Ia masih harus melanjutkannya ke suatu desa yang jauh dari Maumere.

Bersama penduduk lokal, Pater John Prior pun harus rela naik ‘bus kayu’.

Baca Juga: Pencairan Dana 100 Persen Proyek DAK 2018 Mangkrak di NTT, Jaksa; Kita Akan Tetapkan Tersangka

Dalam kosa kata orang Flores waktu itu, jelas Mgr Ignatius, yang dimaksudkan dengan  ‘bus kayu’ tak lain adalah truk terbuka dimana tempat duduknya terbuat dari papan kayu yang di pasang berderet.

“Tempat duduk itu tanpa alas l yang empuk,” tutur Mgr. Suharyo menirukan cerita Pastor John Prior sendiri.

Perjalanan dari Maumere menuju kota kecamatan dimana nanti pastor misionaris ini akan ditempatkan ternyata makan waktu berjam-jam.

Setelah tiba di kota kecamatan, ia masih harus berjalan kaki melewati alur jalan setapak di perbukitan.

“Jadi, Pater John yang baru saja datang dari Inggris langsung dari London-Jakarta-Bali-Maumere kali ini harus rela memanggul kopernya sendiri, berjalan mengikuti alur jalan pedesaan di kawasan perbukitan. Ia terbang marathon dan kini setelah naik ‘bus kayu’ berjam-jam masih harus memanggul sendiri kopernya  menuju sebuah paroki desa,” papar Mgr. Suharyo.

Baca Juga: Tenaga Honorer Dihapus 2023, Pemerintah Siapkan Formasi CPNS 2022 Hanya 8.941, Kuota PPPK 1 Juta

“Kisah itu menarik karena menggambarkan betapa harus militan-nya seorang misionaris yang bekerja tanpa kenal lelah dan tak mau berfokus pada balas jasa.”

“Misionaris bekerja demi Tuhan dan Gereja, bukan demi popularitasnya sendiri,’ tandas Uskup Ignatius.

Hidup sederhana

Sekadar informasi,  Pater John Prior memang pernah bertugas sebagai Pastor Paroki di beberapa tempat di Flores, antara lain di Wolofeo, Lekebai, dan kemudian di Paroki St Thomas Morus, Maumere.

Ia dikenal sebagai pstor yang menjalani hidup sederhana, sesuai Kaul Kemiskinan yang telah diikrarkannya dalam SVD.

Perihal cara hidup Pater John yang sederhana,  almarhum Romo Bene Daghi Pr, mantan Preses Seminari Tinggi Ritapiret dan kemudian Preses Seminari St Yohanes Berkmans, Todabelu, Mataloko menuturkan, “Saya menjalani praktek diakonat di Wolofeo dimana Pater John Prior sebagai Pastor Paroki."

Baca Juga: Guru Honorer Jadi Prioritas, Formasi CPNS 2022 Untuk Daerah Sebanyak 758 Ribu 

"Oleh karena kondisi ekonomi yang serba terbatas Pater John memutuskan agar kami berhemat, salah satunya dengan meniadakan makan pagi. Makanya, saya pernah jatuh pingsan, saat Misa karena perut sangat lapar,” tutur Romo Bene suatu ketika.

Kesahajaan hidup Pater John terus terbawa ketika ia menjadi dosen di STFK Ledalero sejak tahun 1987.

Sehari-hari Pater John selalu mengenakan sandal jepit, dengan baju dan celana yang tak banyak pilihan.

Kalau akan mengadakan perjalanan,ia biasa membawa rangsel kecil yang sudah lusuh.

Para rekan SVD-nya yang di Ledalero dan Chandraditya menuturkan bahwa hingga hari wafatnya, Pater John Prior terus memberi teladan hidup sederhana, meski ia sendiri lahir dan dibesarkan di Inggris, sebuah negara maju dan berkecukupan.

Baca Juga: Tenaga Honorer Dihapus 2023, Pemerintah Siapkan Formasi CPNS 2022 Hanya 8.941, Kuota PPPK 1 Juta

Selamat jalan  Pater John, terima kasih atas keteladananmu. RIP***

 

 

 

 

Editor: Oktavianus Seldy Berek

Sumber: katolikku.com

Tags

Terkini

Terpopuler