Membaca Bahasa Tubuh dan Kerendahan Hati Simon Nahak di Tengah Masyarakat

30 Maret 2023, 12:45 WIB
Bupati Malaka dan Ibu saat menghadiri peresmian Rumah Adat di Ikumuan, Besikama, Malaka Barat /Herry.K/

VOX TIMOR - Sederhana. Itulah prinsip utama Simon Nahak. Orang nomor satu di Kabupaten Malaka ini ke mana-mana kerap tampil seadanya.

Banyak peristiwa unik dari sikap santai serta jauh dari protokoler yang dilakoni Simon Nahak.

Akhir Januari 2023 lalu. Di rumah jabatan Bupati Malaka, Dusun Weleun, Desa Bakiruk, Kecamatan Malaka Tengah, Malaka, rombongan masyarakat duduk rapi dalam tenda berukuran 4x6 meter.

Baca Juga: Sekolah Kedinasan Terdapat Ribuan Formasi, Pendaftaran CPNS 2023 Mulai 1 April 2023.

Kursi berwarna coklat yang juga tersusun rapi, masyarakat yang hadir terlihat doyan memakan sirih dan pinang. Ada yang berceritera, ada juga yang saling menyapa. Waktu sudah menunjukkan pukul 20.30 wita.

Rombongan lain pun terlihat keluar dari lokasi rumah jabatan Bupati Malaka. Ada yang melewati pintu depan dan ada juga yang melewati pintu belakang.

Dari dalam rumah, muncullah seorang pria. Lelaki setengah baya itu tersenyum lalu memberikan sapaan kepada masyarakat yang hadir dengan melambaikan tangan. Sebuah ciri khas yang selalu dilakukan kapan dan di mana saja.

Baca Juga: CPNS 2023: Siap-siap Penerimaan CPNS 2023 Dibuka, Catat Jumlah Rincian Gaji dan Tunjangannya

Lambaian tangan yang damai, lambaian tangan yang meneduhkan. Lambaian tangan yang menyejukkan. Dengan mengenakan sarung ‘neo lalek’ dipadu dengan baju kaos berwarna merah, lelaki itu duduk berhadapan dengan masyarakat.

Suguhan sirih dan pinang sesuai adat istiadat Rai Malaka disusul sapaan adat bersahutan saat itu.

Lelaki itu adalah Dr. Simon Nahak, SH, MH. Pria yang kini menjadi Bupati Malaka periode 2021-2026 yang berpasangan dengan Louise Lucky Taolin, S. Sos.

Baca Juga: Piala Dunia U-20 Batal Digelar di Indonesia, Erick Thohir Akan Melobi FIFA

Walau banyak pekerjaan yang selalu menumpuk dan mesti diselesaikan, baik di kantor ataupun di rumah. Menerima kehadiran masyarakat bagi lelaki yang selama 35 tahun menghabiskan waktunya di Bali itu hal yang lumrah.

“Bukan karena menjadi Bupati saja. Saya sudah biasa berada di tengah masyarakat dan berurusan dengan masyarakat. Saya banyak mendengar keluhan yang disampaikan untuk dicarikan solusinya. Sekali lagi, menerima masyarakat itu menjadi sebuah habitus yang sudah di jalankan bertahun-tahun lamanya,” kata lelaki yang memiliki latar belakang pekerjaan pengacara ini.

Bagi Simon Nahak, masyarakat itu ibarat sebuah masakan yang enak dengan bumbu-bumbunya yang sedap.

“Saya memandang masyarakat itu seperti masakan yang enak. Kehadiran mereka, rutinitas mereka, menjadi bumbu-bumbu yang mewarnai masakan itu sehingga kita menikmatinya dengan sukacita. Masyarakat memberikan kita warna dan nikmat tersendiri,” kata suami Maria Martina Nahak ini datar.

Baca Juga: Warga Taliabu Ditemukan Tewas Gantung Diri di Hutan

Mengapa masyarakat menjadi warna tersendiri, bagi ayah 3 orang anak ini, belajar yang sesungguhnya ada di masyarakat. Universitas kehidupan itu ada di tengah masyarakat.

“Kita belajar tentang nilai-nilai universal. Kita belajar tentang filosofi hidup dan kita belajr tentang interaksi. Semuanya itu ada di masyarakat,” ungkapnya lagi.

“Sehingga ketika masyarakat itu datang, dalam situasi apapun kita mesti menerimanya. Kita mesti berbagi dengan mereka dan kita bisa mencari solusi bersama-sama dengan mereka,”

Berlandaskan pada pikiran itulah, Bupati Simon Nahak selalu menerima kehadiran masyarakat di luar jam kerja.

Bagi politisi Partai PDI Perjuangan ini, walaupun masyarakat datang dengan berbagai persoalannya, dirinya siap melayani.

Baca Juga: Sekolah Kedinasan Terdapat Ribuan Formasi, Pendaftaran CPNS 2023 Mulai 1 April 2023.

“Kita tidak bisa hanya melayani yang baik-baik saja. Yang datang dengan berbagai persoalan dan permasalahan pun harus diterima, sehingga mereka tidak kurang hati. Asalkan kita sama-sama cari solusi, cari jalan keluar agar masyarakat tidak terbeban,” ujar pria asal Desa Weulun, Wewiku ini.

Tak jarang, bagi Simon Nahak yang menganut paham marhaenism dan pengagum Ir. Soekarno ini, dirinya tidak bisa tinggal diam di kantor atau di rumah.

“Saya sudah komitmen pada diri sendiri. Saya tidak pernah akan tinggal diam di rumah atau kantor jika mendengar masyarakat saya sedang mengalami kesusahan. Saya tidak akan tenang, kalau mendengar ada keluhan masyarakat. Pasti saya datang dan pasti saya hadir,” kata pria satu cucu ini.

Hal yang sangat sederhana adalah selalu datang dan melayat masyarakat yang mengami dukacita seperti kematian. Bupati Malaka yang khas dengan semboyan ‘bonum commune suprema lex’ itu selalu hadir dan memberikan peneguhan, penguatan dengan kehadirannya secara langsung.

Baca Juga: Sekolah Kedinasan Terdapat Ribuan Formasi, Pendaftaran CPNS 2023 Mulai 1 April 2023.

Dirinya juga selalu hadir dalam hajatan-hajatan adat sabete saladi yang dihelat masyarakat di pelosok sekalipun, sebagai bukti keberpihakan dan pilihannya mencintai masyarakat dan nilai-nilai budayanya.

Satu hal yang cukup menarik dan ini di luar perkiraan bahwa kerinduan masyarakat untuk bertemu Bupati Simon Nahak yakni mendengarkan bahasa-bahasa daerah yang khas dan unik.

“Saya mendapat pengakuan dari masyarakat, bahwa kerinduan bertemu dengan saya, untuk memastikan apakah bahasa ibu, dialek tetun saya masih kental atau sudah berubah. Jujur, walau 35 tahun berada di daerah orang bahkan saat-saat saya mengenyam pendidikan di luar Malaka, akan tetapi bahasa daerah saya, bahasa ibu saya masih sangat kental. Saya sangat fasih dengan bahasa ibu disertai joke-joke yang sangat dipahami,” katanya sambil tertawa renyah.

Kini, Bupati Simon yang terkenal dengan program SAKTI itu lagi ‘menenun’ sebuah kebersamaan dan persaudaraan bagi masyarakat.

Baca Juga: Argentina Bakal Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20 2023

“Masyarakat Malaka itu harus bersatu. Dari silsilah dan hubungan turun temurun, masyarakat Malaka itu hanya satu. Tidak boleh ada pikiran untuk saling mencederai atau memisahkan. Karena hanya dengan persatuan itulah kita menjadi kuat. Kita kuat karena kita bersatu, kita bersatu maka kita kuat,” tegas Bupati Simon.

Berpegang pada prinsip kerendahan hati yang selalu ditunjukkan dengan bahasa tubuh, kapan dan di mana saja, Bupati Simon Nahak kini memiliki nilai jual sebagai Bupati Malaka yang sangat merakyat. Kedekatannya dengan siapa saja, mulai dari anak kecil hingga orang dewasa tanpa memandang status sosial, menjadi kredit poin untuk terus melangkah.

“Orang tua telah mengajarkan nilai cinta dan kerendahan hati, yang hingga kini tetap saya pegang teguh untuk selalu melangkah, sambil tetap mensyukuri hidup ini. Karena yang paling inti dari masyarakat adalah saling menghargai dan saling mencintai sesuai istilah orang Malaka hafolin malu, hakneter malu, haktaek malu dan haklaran malu,” ungkap anak pertama dari 7 bersaudara pasangan almarhum Bapak Marselus Tae Kauk dan Mama Bernadetha Hoar.

Baca Juga: Beda Sikap Jokowi dan PDI Perjuangan Soal Piala Dunia U-20

Kini dengan kepala tegak dan komitmen yang kokoh, Bupati Simon Nahak terus melangkah untuk menuntaskan periode pertamanya sebagai Bupati Malaka.

“Saya selesaikan program Sakti periode pertama ini dulu. Sekarang kita bekerja dan sampai waktunya kita akan omong politik. Biarlah masyarakat yang menilainya,” tutup Bupati Simon Nahak, penulis satu-satunya buku Hukum Pidana Pajak Indonesia ini, sambil menunjukkan bahasa tubuh penuh dengan kerendahan hati.***

 

 

 

 

 

 

 

Editor: Oktavianus Seldy Berek

Tags

Terkini

Terpopuler