Berikut Penjelasan Dokter Penyebab dan Faktor Resiko OCD dan Cara Atasinya

- 16 Desember 2022, 18:02 WIB
Ilkustrasi
Ilkustrasi /Bojes seran/

VOX TMOR - Obsessive Compulsive Disorder atau disingkat OCD adalah bentuk masalah kesehatan mental yang membuat pengidapnya mempunyai pemikiran dan dorongan yang tidak bisa dikontrol yang sifatnya berulang (obsesi) serta munculnya perilaku (paksaan) kompulsif.

Contoh perilaku kompulsif misalnya mencuci tangan hingga berulang kali setelah melakukan kontak langsung terhadap sesuatu yang menurutnya tidak bersih. 

Pemikiran dan perilaku tersebut tidak mampu dikendalikan oleh pengidap. Meski pengidap bisa jadi tidak memiliki pikiran maupun keinginan untuk melakukan hal tersebut, ia seperti tidak berdaya untuk menghentikannya.

Baca Juga: Demi pariwisata Labuan Bajo, BPOLBF siap kolaborasi

Artinya, OCD bisa memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan pengidapnya.

PENYEBAB DAN FAKTOR RESIKO OCD

OCD adalah masalah kesehatan mental yang umum terjadi pada anak-anak, remaja, dan orang dewasa di seluruh dunia. Sebagian besar diagnosis OCD terjadi pada usia 19 tahun dan lebih rentan menyerang anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan.

Sayangnya, apa yang menjadi penyebab OCD masih belum diketahui pasti hingga kini. Meski demikian, ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko munculnya gangguan mental ini pada seseorang, yaitu:

  • Struktur otak dan fungsinya. Namun, faktor ini masih belum pasti berpengaruh secara signifikan atau tidak.
  • Keturunan atau genetik.
  • Lingkungan tempat tinggal. 

Baca Juga: Kadis PMD Mabar, ajak warga awasi penggunaan dana desa

Dari ketiganya, lingkungan tempat tinggal menjadi faktor risiko yang paling berpengaruh. Kondisi ini akan lebih rentan terjadi pada orang-orang yang tinggal di lingkungan yang tidak mendukung perkembangan psikis semasa kecil. Misalnya, anak sering diejek atau diremehkan karena kekurangan yang dimilikinya. Kondisi ini bisa memicu munculnya perasaan timbal baik untuk selalu melakukan hal yang sempurna. 

GEJALA OCD

Seseorang dengan gangguan mental OCD menunjukkan gejala obsesi, kompulsi, atau bisa juga keduanya. Gejala tersebut bisa sangat memengaruhi aspek kehidupan pengidapnya. Misalnya sekolah, pekerjaan, hingga relasi dengan orang lain. 

Obsesi adalah pikiran yang terjadi berulang kali, dorongan, atau gambaran mental yang bisa memicu munculnya rasa cemas. Sementara itu, kompulsi adalah perilaku yang dilakukan secara berulang. Pengidap kondisi ini akan mendapatkan dorongan untuk melakukan perilaku dalam menanggapi pemikiran obsesif. 

Baca Juga: Kemenko PMK Imam Pasli : Sangat penting dalam membangun budaya sadar risiko

Kompulsi umum termasuk melakukan mencuci tangan berulang kali dan secara berlebihan. Bisa juga melakukan pemesanan atau mengatur suatu hal dengan cara yang khusus dan tepat. Selain itu, pengidap juga dapat memeriksa beberapa hal secara berulang. Misalnya, melakukan pemeriksaan berulang kali untuk memastikan apakah pintu sudah dikunci atau kompor sudah dimatikan. 

Gejala OCD bisa datang dan pergi, mereda seiring berjalannya waktu, atau bahkan menjadi lebih buruk. Pengidap bisa mencegah munculnya gejala dengan menghindari kondisi yang dapat memicu munculnya obsesi. Namun, ada pula yang memilih mengonsumsi minuman beralkohol atau obat penenang untuk mengurangi gejalanya. 

Sebagian besar orang dewasa yang memiliki OCD menyadari bahwa perilaku mereka tidak masuk akal. Namun, tak sedikit pula orang dewasa dan anak yang tidak menyadari hal ini. Biasanya, gejala OCD pada anak-anak bisa dikenali dengan mudah oleh orangtua dan guru. 

DAGNOSIS OCD

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menguatkan diagnosis OCD. Selain itu, pemeriksaan fisik juga dilakukan untuk membantu menghilangkan kemungkinan masalah kesehatan lainnya sekaligus memeriksa potensi komplikasi. Selanjutnya, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan laboratorium penunjang, seperti perhitungan darah lengkap, pemeriksaan fungsi tiroid, dan skrining alkohol serta konsumsi obat.

Selain itu, evaluasi psikologis termasuk membahas perasaan, pikiran, gejala, dan pola perilaku juga dapat dilakukan. Diagnosis OCD mengacu pada Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-5) yang dirilis oleh American Psychiatric Association.

PENGOBATAN

Sayangnya, OCD menjadi masalah kesehatan mental yang tidak dapat disembuhkan. Meski demikian, pengidap bisa mengurangi gejala yang dapat mengganggu aktivitas dengan menjalani beberapa perawatan. Pengobatan OCD terdiri dari konsumsi obat-obatan, menjalani psikoterapi, atau kombinasi antara keduanya. Meskipun sebagian besar pengidap OCD membaik setelah mendapatkan penanganan, beberapa lainnya terus mengalami gejala.

Terkadang, orang dengan OCD juga memiliki masalah kesehatan mental lainnya, seperti gangguan kecemasan, depresi, dan gangguan dismorfik tubuh (gangguan ketika seseorang memiliki anggapan yang keliru bahwa ada bagian tubuh mereka yang tidak normal). Jadi, sangat penting untuk melihat potensi adanya gangguan lain tersebut ketika menentukan pilihan perawatan.

SRI dan SSRIs merupakan dua jenis obat yang banyak dipakai untuk membantu mengurangi gejala OCD. Selain itu, obat lain yang terbukti efektif mengatasi OCD pada orang dewasa dan anak-anak adalah antidepresan trisiklik. Obat ini termasuk dalam kelas yang lebih tua dari “tricyclic” antidepresan, dan beberapa obat SSRI yang lebih baru. Apabila gejala tidak membaik setelah menggunakan jenis obat tersebut, dokter akan meresepkan obat antipsikotik.

Baca Juga: Polres Belu Uji Forensik Potongan Jari Dalam Sayur

Selain konsumsi obat, psikoterapi juga diyakini cukup efektif untuk mengatasi OCD pada orang dewasa dan anak-anak. Jenis psikoterapi tertentu, termasuk terapi perilaku kognitif (CBT) dan terapi lainnya (misalnya, pelatihan pembalikan kebiasaan) memberikan efek yang sama baiknya dengan konsumsi obat untuk beberapa pengidap OCD. Selain itu, tipe CBT yang disebut Exposure and Response Prevention (EX/RP) memberikan hasil yang efektif dalam mengurangi frekuensi munculnya perilaku kompulsif dalam OCD. Bahkan, efek ini juga terlihat pada orang yang tidak merespons obat SRI dengan baik.

Bagi sebagian pengidap, EX/RP menjadi pilihan alternatif pengobatan tambahan ketika konsumsi obat SRI atau SSRI tidak mampu mengatasi gejalanya dengan efektif.

KOMPLIKASI

OCD yang tidak mendapatkan penanganan bisa berujung munculnya berbagai komplikasi yang berkaitan dengan masalah mental pengidapnya. Ini termasuk stres, depresi, dan gangguan kecemasan. 

PENCEGAHAN

Tidak ada cara yang pasti untuk mencegah OCD. Namun, mendapatkan pengobatan sesegera mungkin dapat membantu mencegah OCD memburuk dan semakin mengganggu rutinitas pengidap.***

 

 

 

 

 

 

Editor: Bojes Seran

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x