Kadis Dukcapil Malaka Diseret ke Pengadilan, Silvester Nahak Minta Majelis Hakim Cermati KUH Perdata

12 Juli 2022, 14:43 WIB
Kuasa Hukum Doktor Simon Nahak, Silvester Nahak dan Son Lau /Voxtimor/

VOX TIMOR - Ferdinandus Rame, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur (NTT) diseret ke Pengadilan Negeri Atambua.

Masalah Ferdinandus Rame diketahui bermula ketika sidang sengketa lahan di Laran, Desa Wehali, Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Malaka,Provinsi NTT.

Dalam, proses hukum sengketa lahan di Laran, Desa Wehali, Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Malaka tersebut, penggugat Wilhelmina Bete Nahak melalui kuasa hukumnya Silvester Nahak melaporkan kasus pidana terkait dugaan pemalsuan KTP dan Kartu Keluarga atas nama Raiminda Funan.

Baca Juga: Dinila Ada Kejanggalan Pada Regulasi AFF, PSSI Segera Mengadu

Ferdinandus Rame dalam perkara perdata lahan di Laran, Desa Wehali, Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Malaka adalah sebagai salah satu tergugat.

Ferdinandus Rame akhirnya didakwa oleh JPU terlibat kasus dugaan manipulasi atau pemalsuan data kependudukan.

Terkait dakwaan Ferdinandus Rame, Silvester Nahak menyebut, ketentuan hukum mengenai bukti dalam perkara perdata yang diduga palsu, dapat merujuk pada ketentuan Pasal 1872 KUH Perdata.

Baca Juga: Dinila Ada Kejanggalan Pada Regulasi AFF, PSSI Segera Mengadu

"Jika suatu akta otentik, yang berupa apa saja, dipersangkakan palsu, maka pelaksanaannya dapat ditangguhkan menurut ketentuan-ketentuan Reglemen Acara Perdata," jelas Sivester, mengenai ketentuan Pasal 1872 KUH Perdata kepada wartawan Sabtu, 9 Juli 2022.

Silvester menambakan, Jadi, dalam hal surat yang diduga palsu ternyata diajukan sebagai alat bukti dalam suatu perkara perdata yang belum diputus oleh Pengadilan, maka Pasal 138 ayat (7) dan ayat (8) HIR.

Bunyi Pasal 138 ayat (7) dan ayat (8) HIR diantaranya, Jika pemeriksaan tentang kebenaran surat yang dimasukkan itu menimbulkan sangkaan bahwa surat itu dipalsukan oleh orang yang masih hidup, maka pengadilan negeri mengirim segala surat itu kepada pegawai yang berkuasa untuk menuntut kejahatan itu. Perkara yang dimajukan pada pengadilan negeri dan belum diputus itu, dipertangguhkan dahulu, sampai perkara pidana itu diputuskan.

Baca Juga: Sudah 20 Tahun Merdeka, Begini Nasib Timor Leste Sekarang

"Itu artinya bahwa, perkara perdata harus ditangguhkan. Sambil menunggu putusan pidana dalam dugaan laporan pemalsuan yang berkekuatan hukum tetap," kata Silvester.

Ditegaskan Silvester, sangat disayangkan jika melihat majaelis hakim PN Atambua, yang memeriksa perkara perdata tersebut. Dan sangat yakin mereka tidak melihat ketentuan hukum acara perdata.

Baca Juga: Sudah 20 Tahun Merdeka, Begini Nasib Timor Leste Sekarang

"Seandainya, mereka cermati ketentuan KUH Perdata secara baik, atau menyimak secara baik. Tentu saja mereka sudah tangguhkan perkara perdata sengketa lahan di Laran, Desa Wehali itu dan menunggu putusan pidana dugaan pemalsuan KK dan KTP yang kini sudah masuk persidangan itu," tegas Silvester.

Ditambahkan Silvester, kesempatan itu masih ada. Karena perkara tersebut masih ditingkat kasasi. Karena itu kita juga akan bersurat ke MA untuk memperhatikan ketentuan KUH Perdata dalam sengketa lahan di Laran, Desa Wehali, Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Malaka,Provinsi NTT itu.

Baca Juga: PSSI Ajukan Protes Resmi ke AFF Terkait Laga Vietnam vs Thailand di Piala AFF U-19 2022

"Kita mohon ke MA, agar perkara sengketa lahan di Laran, Desa Wehali, Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Malaka,Provinsi NTT itu ditanggukan, sambil menanti putusan pidana dugaan pemalsuan KK dan KTP itu," tutup Silvester.***

 

 

 

 

 

 

 

Editor: Oktavianus Seldy Berek

Tags

Terkini

Terpopuler