Jenderal Hoegeng Imam Santoso, Polisi Yang Berani dan Jujur di Mata Masyarakat

27 Agustus 2022, 16:54 WIB
Jendral Hoegeng Imam Santoso /Tangkapan Layar You Tube/

VOX TIMOR - Jenderal Hoegeng Imam Santoso dikenal sebagai polisi yang berani dan jujur di mata masyarakat, juga media.

Hoegeng Imam Santoso adalah mantan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) ke-5 yang bertugas pada era Orde Baru (1968-1971).

Bahkan, mantan presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, menyatakan bahwa ada tiga polisi jujur di Indonesia pada saat itu, salah satunya adalah Jenderal Hoegeng.

Baca Juga: Kamaruddin Akan Melaporkan Ferdy Sambo Atas Sejumlah Kasus Lain

Salah satu buktinya, ia menjadi salah satu tokoh militer Indonesia yang menandatangani Petisi 50, yaitu dokumen yang berisi protes penggunaan filsafat negara Pancasila oleh Presiden Soeharto terhadap para lawan politiknya.

Hoegeng Imam Santoso lahir di Pekalongan, Jawa Tengah, pada 14 Oktober 1921. Ia lahir dengan nama asli Imam Santoso.

Sementara nama Hoegeng berasal dari kata bugel, yang menjadi bugeng, kemudian hugeng, yang berarti gemuk.

Imam Santoso adalah putra dari seorang jaksa di Pekalongan, Soekarjo Kario Hatmodjo, dan Oemi Kalsoem.

Selama masa kepemimpinannya, Jenderal Hoegeng dikenal oleh rakyat Indonesia sebagai sosok polisi yang jujur, berani, dan bertanggungjawab.

Baca Juga: Babak Baru Kasus Ferdy Sambo Semakin Menarik, Isu Konsorsium 303 Beredar Lagi

Ia menjabat sebagai Kepala Kepolisian RI pada masa pemerintah Presiden Soeharto.

Saat itu, ia mengemban misi menegakkan kejujuran dalam memberantas berbagai kasus seperti kasus suap dan korupsi. 

Jenderal Hoegeng tidak segan untuk menindak kasus tersebut dan tak pandang bulu.

Hingga kini, kelahiran Jenderal Hoegeng diperingati oleh bangsa Indonesia untuk menghormati segala jasa beliau dalam menegakkan kebenaran.

Dikutip dari laman Perpusnas, Jenderal (Purn.) Dr. Hoegeng Imam Santoso lahir pada 14 Oktober 1921 di Pekalongan, Jawa Tengah.

Ia adalah tokoh polisi Indonesia yang ikut menandatangani Petisi 50.

Hoegeng lahir pada masa Hindia Belanda.

Ia mengikuti pendidikan HIS saat berusia enam tahun.

Baca Juga: Babak Baru Kasus Ferdy Sambo Semakin Menarik, Isu Konsorsium 303 Beredar Lagi

Kemudian, melanjutkan kae MULO pada 1934.

Hoegeng menempuh pendidikan sekolah menengah di AMS Westers Klasiek pada 1937.

Setelah itu, ia menjadi mahasiswa ilmu hukum di Rechts Hoge School Batavia tahun 1940.

Kemudian pada masa pendudukan Jepang, Hoegeng mengikuti latihan kemiliteran Nippon (1942) dan Koto Keisatsu Ka I-Kai (1943).

Jenderal Hoegeng menjabat sebagai Wakil Kepala Polisi Seksi II Jomblang Semarang pada 1944, Kepala Polisi Jomblang pada 1945, dan Komandan Polisi Tentara Laut Jawa Tengah (1945-1946).

Menurut data Arsip Nasional RI (Anri), setelah masa jabatannya habis, ia mengikuti pendidikan Polisi Akademi dan bekerja di bagian Purel, Jawatan Kepolisian Negara.

Selama menjabat sebagai Kapolri pada periode 9 Mei 1968 – 2 Oktober 1971, ada banyak perubahan yang terjadi di Indonesia.

Baca Juga: Babak Baru Kasus Ferdy Sambo Semakin Menarik, Isu Konsorsium 303 Beredar Lagi

Hoegeng mengubah beberapa bidang yang menyangkut Struktur Organisasi di tingkat Mabes Polri agar menjadi lebih dinamis dan komunikatif.

Ia juga mengubah nama pimpinan polisi dan markas besar polisi berdasarkan Keppres No.52 Tahun 1969.

Perubahan tersebut adalah penggantian sebutan Panglima Angkatan Kepolisian RI menjadi Kepala Kepolisian RI (Kapolri).

Maka, nama Markas Besar Angkatan Kepolisian pun berubah menjadi Markas Besar Kepolisian.

Selain itu, Hoegeng berhasil membawa Polri menjadi bagian organisasi Polisi Internasional, ditandai dengan dibukanya Sekretariat National Central Bureau (NCB) Interpol di Jakarta.

Hoegeng mengikuti Kursus Orientasi di Provost Marshal General School pada Military Police School Port Gordon, George, AS pada 1950.

Kemudian, ia menjabat sebagai Kepala DPKN Kantor Polisi Jawa Timur di Surabaya pada 1952.

Baca Juga: Bupati Malaka Ingatkan Para Guru Untuk Stop Berjudi dan Stop Mimpi Jadi Kaya Melalui Isi Shio

Hoegeng ditugaskan menjadi Kepala Bagian Reserse Kriminil Kantor Polisi Sumatera Utara di Medan pada 1956.

Ia mengikuti pendidikan Pendidikan Brimob pada 1959 dan menjadi seorang Staf Direktorat II Mabes Kepolisian Negara (1960), Kepala Jawatan Imigrasi (1960), Menteri luran Negara (1965), dan menjadi Menteri Sekretaris Kabinet Inti tahun 1966 pada masa Presiden Soekarno.

Hoegeng kemudian dipindahtugaskan ke markas Kepolisian Negara untuk menjabat sebagai Deputi Operasi Panglima Angkatan Kepolisian sekaligus sebagai Deputi Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian Urusan Operasi pada 1966.

Jabatan yang diemban Hoegeng terakhir dalam dunia kepolisian adalah menjadi Kepala Kepolisian Negara pada 1968.

Hoegeng mengakhiri masa jabatannya pada tanggal 2 Oktober 1971 dan digantikan oleh M. Hasan.

Hoegeng Imam Santoso meninggal dunia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta pada Rabu 14 Juli 2004 pukul 00.30 WIB.

Baca Juga: Diserang Penyakit Asam Urat? Ini Menu Makan Yang Direkomendasikan Ahli

Ia telah dirawat sejak 13 Mei 2004 di RS Polri Kramat Jati, Jakarta akibat mengalami stroke, penyumbatan saluran pembuluh jantung, dan pendarahan bagian lambung.

Hoegeng dimakamkan di Taman Pemakaman Umum (TPU) Giritama, Desa Tonjo, Bojong Gede, Bogor, Jawa Barat pada Rabu siang 14 Juli 2004.***













Editor: Bojes Seran

Tags

Terkini

Terpopuler