Pada 1996, Belo menerima Hadiah Nobel Perdamaian, bersama dengan aktivis dan diplomat José Ramos-Horta, presiden Timor-Leste saat ini.
Baca Juga: Ajudan Bupati David Juandi dan Oknum ASN Dilaporkan ke Polisi
Uskup Belo dan Ramos-Horta dianugerahi Nobel Perdamaian atas upaya mereka meraih solusi yang adil dan damai atas konflik di Timor Timur.
Uskup Belo lahir pada 3 Februari 1948 di Wailacama, Timor Leste. Dia dibesarkan dalam keluarga petani dan mulai tertarik pada pertanyaan agama sejak usia dini. Kemudian dia ditahbiskan menjadi imam Katolik pada 1981.
Tak lama setelah terpilih sebagai kepala gereja Katolik di Timor Timur pada 1983, Carlos Belo secara terbuka mengecam invasi Indonesia ke Timor Leste.
Uskup Belo mendapatkan pengawasan bahkan diintimidasi saat berjuang. Namun, dia tidak mundur dan terus berbicara untuk perlawanan tanpa kekerasan terhadap penindasan.
Baca Juga: Polisi Tembak Polisi di Jakarta, Bersambung ke Polisi Tembak Masyarakat di NTT
Pada 1989 ia menuntut agar PBB mengatur plebisit di Timor Timur. Setelah pembantaian berdarah dua tahun kemudian, ia membantu menyelundupkan dua saksi ke Jenewa, di mana mereka menggambarkan pelanggaran tersebut kepada Komisi Hak Asasi Manusia PBB.
Perjuangan Belo mendapat simpati Paus di Roma, yang ditunjukkan dengan mengunjungi Timor Timur pada akhir 1980-an.
Tiba-tiba Belo mengundurkan diri sebagai kepala gereja. Paus membebaskannya dari tugasnya pada 26 November 2002.