Diduga Polres Mabar Buat Teka Teki Kasus Tanah BKSDA Wae Wu'ul, Foramata Desak Polda NTT Ambil Alih

- 23 Agustus 2022, 08:17 WIB
Finsensius Supriadi Ketua Foramata
Finsensius Supriadi Ketua Foramata /Isimewa/Bojes seran

 

VOX TIMOR - Forum Anti Mafia Tanah (Foramata) mendesak Polda NTT untuk ambil alih penanganan kasus penyerobotan dan penjualan tanah BKSDA Wae Wu’ul,Desa Macang Tanggar, Manggarai Barat  seluas kurang lebih 38,8 Ha dari total luas 53 Ha yang dijual.

Ketua Foratama Finsensius Supriadi mengatakan ada dua alasan penting mengapa Foratama mendesak Polda NTT mengambil alih kasus tersebut karena ada indikasi kuat penanganan kasus tersebut oleh Polres Manggarai Barat telah bergeser dari pencaplokan atau penyerobotan tanah milik KSDA menjadi dugaan tindakan pidana pengerusakan.

“Ada dua alasan penting mengapa kami mendesak Polda NTT harus mengambil alih penanganan kasus penyerobotan dan penjualan tanah BKSD Wae Wu’ul di Labuan Bajo. Pertama, ada indikasi kuat perkembangan penanganan kasus ini oleh Polres Mabar telah bergeser dari pencaplokan atau penyerobotan tanah milik BKSDA menjadi dugaan tindak pidana pengrusakan. Kedua, lambanannya penanganan kasus tersebut,” kata Vinsen Supriadi, dalam keterangan tertulis yang diterima media ini, Senin (22/08/2022).

Ia juga mengatakan patut diduga ada permainan dari oknum-oknum yang terlibat dalam penjualan tanah BKSD di Wae Wu’ul tersebut sehingga bergeser menjadi kasus pengrusakan. Dengan digesernya jadi kasus pengrusakan, maka oknum-oknum yang terlibat dalam penjualan tanah BKSD tersebut lolos dari jeratan hukum.

Sementara biang dari kasus tersebut lanjut Supriadi adalah pencaplokan dan penjualan tanah milik BKSDA di Wae Wu’ul. Tidak mungkin ada pengerjaan di lokasi tanah yang disebut Polres Manggarai Barat sebagai pengrusakan, jika tanah tersebut tidak terlebih dahulu dijual oleh oknum-oknum penjual tanah.

"Yang menjadi isu penting itu adalah praktik-praktik mafia tanah yang menjual tanah pihak lain, termasuk tanah milik BKSDA di Wae Wu’ul tersebut. Ini kan yang jadi perhatian Kapolri dalam pemberantasan praktik mafia tanah. Kita tidak menginginkan Institusi Polri bisa diatur-atur atau digiring oleh para mafia tanah dengan cara menggeser penanganan perkara yang melibatkan para mafia tanah, sehingga para mafia tanah lolos dari jeratan hukum,"  tegas Supriadi.

Menurut Supriadi, penggeseran penanganan kasus penjualan tanah BKSDA ke dugaan tindak pidana pengrusakan tanah BKSDA patut diduga sebagai upaya untuk menyelamatkan pihak-pihak yang terlibat dalam penjualan tanah BKSDA di Wae Wu’ul.

Hal ini jelas bertentangan dengan tekad Pimpinan Polri dalam memberantas mafia tanah. Karena itu Foramata mendesak Polda NTT untuk mengambil alih penanganan kasus ini.

" Bila perlu Bareskrim Polri turun tangan,  apalagi obyek kasus ini adalah tanah bagian dari Kawasan Taman Nasional Komodo yang penting dan strategis dan menjadi perhatian Presiden Jokowi," ungkapnya.

Disamping itu, penanganan kasus ini terlalu lambat dan terkesan terkatung-katung.

“Kita tentu tidak mengharapkan keterlambatan tersebut terkait dengan upaya penggeseran penanganan kasus tersebut dari pencaplokan dan penjualan tanah BKSDA Wae Wu’ul menjadi dugaan tindak pidana pengrusakan yang bertujuan menyelamatkan oknum-oknum penjual tanah BKSDA,” kata Supriadi.***

Editor: Bojes Seran


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x