WALHI NTT Desak Pemerintah Segera Hentikan Pembangunan Waduk Lambo di Nagekeo, NTT

- 27 Maret 2022, 20:47 WIB
Umbu Tamu Ridi, SH., MH, Kepala Divisi Advokasi dan Kajian Hukum WALHI NTT
Umbu Tamu Ridi, SH., MH, Kepala Divisi Advokasi dan Kajian Hukum WALHI NTT /VOX TIMOR/Emanuel Bataona
 
 
Vox TImor - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nusa Tenggara Timur meminta kepada Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II (BWS NT II), Kementerian Pekerjaan Umum, dan Pemerintah Nusa Tenggara Timur untuk segera menghentikan rencana pembangunan mega proyek Waduk Lambo.
 
Waduk ini terletak di Desa Rendubutowe, Kecamatan Aesesa Selatan, Desa Labolewa, Kecamatan Aesesa, dan Desa Ulupulu Kecamatan Nangaroro, Kabupaten Nagekeo karena Proyek Strategis Nasional (PSN) tersebut sarat konflik yang merugikan masyarakat.
 
Hal ini disampaikan Umbu Tamu Ridi, SH., MH, Kepala Divisi Advokasi dan Kajian Hukum WALHI NTT melalui rilis yang diterima Vox Timor ini, Minggu 27 Maret 2022.
 
 
Umbu Tamu Ridi mengatakan WALHI sebagai organisasi masyarakat sipil menilai, mega proyek pembangunan waduk Lambo/Mbay sarat dengan konflik yang dimulai dari pembebasan lahan yang terkesan memaksa rakyat untuk setuju, biaya ganti rugi yang oleh masyarakat terjadi penandatanganan pada kwitansi ganti rugi.
 
 
Lebih jauh disampaikan uang ganti rugi tidak diberikan kepada pemilik lahan. Ada dugaan adu domba antar suku pemilik ulayat dan suku di luar dari lokasi lahan sengketa.
 
Lebih jauh ada dugaan kekerasan fisik dan mental dari aparat kepolisian yang berjaga di lokasi proyek terhadap para ibu yang melakukan aksi penolakan terhadap pembangunan proyek tersebut.
 
 
“Konflik ini sudah terjadi sejak pemerintah Kabupaten Nagekeo merekomendasikan lahan masyarakat Adat Rendu, Ndora dan Lambo untuk dijadikan tapak bendungan Lambo/Mbay,” kata Umbu Tamu Ridi.
 
Tamu Ridi menjelaskan konflik pembangunan waduk Lambo kembali terjadi setelah pihak BWS NT II mengizinkan pihak kontraktor pelaksana proyek pembangunan bendungan/waduk Lambo menurunkan alat berat di titik nol lokasi pembangunan. waduk Lambo di untuk memulai pengerjaan proyek pembangunan yang dimaksud.
 
 
“Konflik yang terjadi bukan saja antara pihak proyek dan BWS NT II, tetapi mulai melibatkan Masyarakat Adat dari komunitas lain yang berbeda dengan mengatasnamakan salah satu suku yang menerima proyek waduk tersebut, namun suku ini keberadaannya di luar dari rencana titik nol proyek yang akan dibangun itu. Mereka berasal dari kampung Kawa yang jauh dari lahan ulayat yang dipertahankan oleh Masyarakat Adat Rendu, Ndora dan Lambo selama ini,” jelas Tamu Ridi.
 
Dilanjutkan aktivis lingkungan dan kemanusiaan ini, Masyarakat Adat Rendu, Ndora dan Lambo mempertahankan lokasi ulayat mereka jauh sebelum rencana Proyek Strategis Nasional (PSN) ini direncanakan karena mereka adalah pemilik ulayat yang telah tinggal dan menetap di wilayah itu sejak Leluhur.
 
 
Masyarakat Adat ketiga komunitas adat itu mempertahankan ulayatnya karena dalam peta lokasi rencana proyek tersebut terdapat kebun warga, ada kuburan Leluhur, tanaman – tanaman umur panjang,  rumah dan fasilitas umum seperti sekolah, gereja dan puskesmas pembantu.
 
 
“Semua itu masuk dalam peta rencana proyek pembangunan waduk Lambo/Mbay dengan luas tapak bendungan 21,06 km². Ini proyek ambisius yang tidak mementingkan kepentingan manusia dan sosial budayanya, dan juga berpotensi memecah belah suku yang ada. Ini sudah tidak benar dan harus ditolak,” tegas Tamu Ridi.
 
 
Umbu Tamu menjelaskan, BWS NT II dan pemerintah Nusa Tenggara Timur tidak secara fair melihat kerberadaan Masyarakat Adat Rendu, Ndora dan Lambo merupakan suku yang sudah lama menetap dan mereka adalah bagian dari warga negara yang patut dilindungi, bukan dihilangkan dengan alasan pembangunan.
 
 
WALHI NTT sebagai organisasi masyarakat sipil, menegaskan beberapa hal sebagai berikut: 
 
1. BWS Nusa Tenggara II dan Kementerian Pekerjaan Umum segera menghentikan rencana proyek yang berpotensi menciptakan konflik dan mengorbankan masa depan rakyat, secara khusus masyarakat adat Rendu, Ndora dan Lambo
 
 
2. Kapolda NTT segera menarik seluruh personil yang membantu melakukan pembebasan lahan di lokasi proyek, dan menindak tegas oknum kepolisian yang diduga melakukan intimidasi dan kekerasan, baik fisik dan verbal terhadap masyarakat adat Rendu, Ndora dan Lambo
 
 
3. Gubernur Nusa Tenggara Timur segera mengintervensi segala bentuk rencana proyek dan merekomendasikan pembatalan lokasi proyek waduk Lambo/Mbay kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan BWS NT II
 
 
4. Bupati Nagekeo agar tidak menciptakan spekulasi soal tanah-tanah rakyat yang dipetakan tanpa persetujuan pemilik lahan pribadi dan ulayat, menghentikan segala bentuk dugaan adu domba antar suku yang mengorbankan rakyat sendiri.***

Editor: Emanuel Dile Bataona


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah